Marine Stewardship Council (MSC) Indonesia bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan mitra riset lokal memulai kajian aspek biologi dan habitat gurita di Selat Alas. Kajian ini menjadi langkah awal dalam mendukung perikanan gurita berkelanjutan di wilayah tersebut, sekaligus menjawab kebutuhan data ilmiah menuju proses sertifikasi ecolabelling MSC.
Kegiatan kick-off meeting yang diselenggarakan di Hotel Aston Inn Mataram ini menjadi bagian dari Rencana Kerja Tahunan antara MSC Indonesia dan DKP NTB. Dipimpin oleh FIP2B NTB, kajian ini melibatkan kolaborasi luas dengan Yayasan JARI, Blue Ventures, kelompok nelayan gurita, dan akademisi dari Universitas Mataram serta Universitas Gunung Rinjani.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Syahril Abd. Raup, dalam sambutannya menekankan bahwa sertifikasi MSC bukan hanya untuk daya saing pasar, melainkan sebagai instrumen strategis dalam mewujudkan ekonomi biru. "Penangkapan gurita yang ramah lingkungan dan berbasis kuota akan menjadi pondasi penting bagi keberlanjutan sektor ini," tegasnya.
Kepala DKP NTB, Muslim, ST., M.Si., menyampaikan bahwa kajian ini selaras dengan arah pembangunan kelautan NTB, yang menitikberatkan pada hilirisasi hasil perikanan di daerah agar memberikan nilai tambah langsung bagi masyarakat. Ia mendorong agar NGO, akademisi, dan pemerintah dapat bersinergi menghasilkan output bersama yang konkret untuk masyarakat pesisir.
FIP2B NTB memaparkan bahwa kajian dilakukan pada April–Agustus 2025 di tiga desa (Serewe, Seruni Mumbul, dan Pototano), dengan metodologi berbasis sains yang mencakup analisis panjang, berat, spesies, hingga kualitas habitat. Data dikumpulkan bersama nelayan dan mahasiswa, dan akan diolah untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan pengelolaan gurita yang adaptif dan berbasis bukti.
Forum ini juga menjadi wadah diskusi lintas sektor. Perwakilan nelayan, LSM, koperasi, hingga akademisi menyampaikan pentingnya pengawasan alat tangkap, pengaturan ukuran tangkap, serta perlunya pemetaan wilayah produktif dan perlindungan rumah gurita. Semua pihak sepakat bahwa perikanan gurita tidak hanya perlu dikelola secara ekologis, tetapi juga secara sosial-ekonomi untuk memberikan manfaat jangka panjang bagi nelayan.
Kajian ini mencerminkan pendekatan khas MSC: memastikan perikanan dikelola dengan prinsip keberlanjutan yang kuat, berdasarkan data ilmiah, dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan secara inklusif. Selain mendukung proses menuju sertifikasi MSC untuk gurita Selat Alas, program ini juga menjadi model pengelolaan kolaboratif untuk komoditas lain di NTB.
Ke depan, MSC Indonesia dan mitra akan memperluas jangkauan pengumpulan data, memperkuat kapasitas enumerator lapangan, serta memastikan hasil kajian dapat diakses dan dimanfaatkan oleh pemerintah daerah, nelayan, serta pelaku usaha dalam membangun masa depan perikanan gurita yang lebih berkelanjutan.